Tinjauan tentang hukum dan peraturan UU No. 28 Tahun 2002 dan PP No. 36 Tahun 2005
Rabu, Oktober 18, 2017
Bangunan
gedung memegang peranan yang sangat penting sebagai tempat dimana manusia
melakukan kegiatannya sehari-hari. Pengaturan bangunan gedung secara khusus dalam
pembahasan makalah ini adalah:
1.Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung.
2.Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 28 tahun 2002.
Pengetahuan
mengenai UU Bangunan Gedung ini menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur
dalam UU Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi pemilik bangunan gedung
melainkan juga bagi pengguna gedung serta masyarakat. Diatur dalam UU Bangunan
Gedung, pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
Dalam pembahasan kali ini akan membahas tentang :
1. Pengertian Hukum Bangunan
2. Aspek Peraturan UU no. 28 Tahun 2002
3. Tujuan Peraturan Hukum Bangunan
4. Aspek arsitektur pada PP nomor 36 tahun 2005
Dengan tujuan agar para pembaca dapat mengetahui hasil tinjauan tentang
hukum bangunan sehingga bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
PENGERTIAN
HUKUM BANGUNAN
Peraturan-peraturan
tersebut dapat digolongkan kepada 2 golongan :
1. Peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan prosedur pelelangan.
Yaitu
ketentuan-ketantuan yang berlaku sebelum terjadinya kontrak. golongan yang
menyangkut peraturan pelelangan bangunan di Indonesia ditetapkan oleh penguasa,
baik bangunan Pemerintah maupun swasta yang terjadi melalui pelelangan.
Pengaturan ini disasari oleh keputusan Presiden tentang APBN.
Di dalam peraturan
tersebut diatur tentang pelelangan umum dan pelelangan terbatas beserta
persyaratan-persyaratan yang berlaku bagi pemborong yang mengikuti pelanggan.
Disamping itu Pemerintah juga menganjurkan tentang pengutamaan perusahaan
setempat sebagai pelaksanaan pemborongan bangunan serta pengusahaan bagi
golongan ekonomi lemah.
2. Peraturan-peraturan yang menyangkut perjanjiannya.
Dari
ketentuan-ketentuan yang tergolong bangunan, yaitu peraturan yang menyangkut
perjanjiannya didalam sertifikasi hukum perdata, perjanjian pemborongan
bangunan tergolong pada perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang diatur dalam
bab yang mengatur tentang perjanjian khusus dalam KUHPer.
Di dalam KUHPer
diatur mengenai ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian yang berlaku
terhadap semua perjanjian, yaitu perjanjian-perjanjian jenis baru yang belum
ada dalam peraturan perundang-undangan.
ASPEK
HUKUM PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002
Pengaturan
bangunan gedung secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung. Pengetahuan mengenai UU Bangunan Gedung ini
menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur dalam UU Bangunan Gedung tidak
hanya diperuntukan bagi pemilik bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna
gedung serta masyarakat. Diatur dalam UU Bangunan Gedung, pemilik bangunan gedung
adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum
sah sebagai pemilik bangunan gedung.
Secara umum UU
Bangunan Gedung mengatur tentang beberapa hal yaitu antara lain:
1. Fungsi Bangunan Gedung
Setiap bangunan
gedung memiliki fungsi antara lain fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya, serta fungsi khusus. Fungsi bangunan gedung ini yang nantinya akan
dicantumkan dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam hal terdapat perubahan
fungsi bangunan gedung dari apa yang tertera dalam IMB, perubahan tersebut
wajib mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah. Bangunan gedung dengan setiap fungsi
meliputi bangunan sebagai berikut.
1. Bangunan gedung fungsi
hunian meliputi bangunan untuk:
§ rumah tinggal tunggal;
§ rumah tinggal deret;
§ rumah susun;
§ rumah tinggal
sementara.
2. Bangunan gedung fungsi
keagamaan meliputi bangunan untuk:
§ masjid;
§ gereja;
§ pura;
§ wihara;
§ kelenteng.
3. Bangunan gedung fungsi
usaha meliputi bangunan untuk:
§ perkantoran;
§ perdagangan;
§ perindustrian;
§ perhotelan;
§ wisata dan rekreasi;
§ terminal;
§ penyimpanan.
4. Bangunan gedung fungsi
sosial dan budaya meliputi bangunan untuk:
§ pendidikan;
§ kebudayaan;
§ pelayanan kesehatan;
§ laboratorium;
§ pelayanan umum.
5. Bangunan gedung fungsi
khusus meliputi bangunan untuk:
§ reaktor nuklir;
§ instalasi pertahanan
dan keamanan;
§ bangunan sejenis yang
diputuskan menteri.
2. Persyaratan Bangunan Gedung
Persyaratan
bangunan gedung dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu persyaratan administratif
dan teknis bangunan gedung dimana diatur bahwa setiap bangunan gedung harus
memenuhi kedua persyaratan tersebut.
1.
Yang
masuk dalam ruang lingkup persyaratan administratif bangunan gedung ini yaitu:
-
persyaratan
status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah.
-
status
kepemilikan bangunan gedung.
-
izin
mendirikan bangunan gedung.
2.
Sementara
itu, persyaratan teknis bangunan gedung dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) yaitu
meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
-
Ruang
lingkup persyaratan tata bangunan yaitu meliputi:
a)
Persyaratan
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, yaitu berhubungan dengan persyaratan
peruntukan lokasi bangunan gedung yang tidak boleh mengganggu keseimbangan
lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum,
serta ketinggian gedung.
b)
Arsitektur
bangunan gedung.
c)
Persyaratan
pengendalian dampak lingkungan, yaitu persyaratan pengendalian dampak
lingkungan yang hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan. Persyaratan terhadap dampak lingkungan ini
sendiri berpedoman pada undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup yang
mengatur tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
-
Persyaratan
keandalan bangunan gedung, persyaratan ini ditetapkan berdasarkan fungsi
masing-masing bangunan gedung yang secara umum meliputi persyaratan:
a)
Keselamatan, yaitu berkenaan dengan
persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dengan melakukan
pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau
proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem penangkal petir;
b)
Kesehatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan
sistem sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan
gedung
c)
Kenyamanan, yaitu berkenaan dengan
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang,
pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan; dan
d)
Kemudahan, yaitu berkenaan dengan kemudahan
akses bangunan gedung, termasuk tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang
mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia, serta penyediaan
fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet,
tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
3. Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Penyelenggaraan
bangunan gedung tidak hanya terdiri dari penggunaan bangunan gedung, melainkan
juga meliputi kegiatan:
1. Pembangunan, yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi
melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan dengan diawasi pembangunannya oleh
pemilik bangunan gedung. Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah
rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk
IMB. Pembangunan bangunan gedung ini sendiri dapat dilakukan baik di tanah
milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
2. Pemanfaatan, yang dilakukan oleh pemilik atau
pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi
persyaratan laik fungsi. Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik
fungsi apabila telah memenuhi persyaratan teknis. Agar persyaratan laik fungsi
suatu bangunan gedung tetap terjaga, maka pemilik gedung atau pengguna bangunan
gedung wajib melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala
terhadap bangunan gedung.
3. Pelestarian, yang dilakukan khusus untuk
bangunan gedung yang ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi dan
dilestarikan.
4. Pembongkaran, alasan-alasan bangunan gedung
dapat dibongkar apabila bangunan gedung yang ada:
§
Tidak
layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
§
Dapat
menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya;
§
Tidak
memiliki IMB.
Selain mengatur
tentang persyaratan bangunan gedung, UU Bangunan gedung juga mengatur mengenai
hak dan kewajiban pemilik bangunan.
1.
Pemilik
bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
§ Melaksanaka
pembangunan bangunan gedung setelah mendapatkan pengesahan dari Pemerintah
Daerah atas rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan;
§ Mendapatkan surat
ketetapan serta insentif untuk bangunan gedung dan/atau lingkungan yang
dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
§ Mengubah fungsi
bangunan setelah mendapat izin tertulis dari Pemerintah Daerah;
§ Mendapatkan ganti
rugi apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain yang
bukan diakibatkan oleh kesalahannya.
2.
Pemilik
bangunan gedung mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
§ melaksanakan
pembangunan sesuai dengan rencana teknis bangunan gedung;
§ memiliki IMB;
§ meminta pengesahan
dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana teknis bangunan gedung pada tahap
pelaksanaan bangunan.
3.
Pemilik
dan pengguna bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
§ mengetahui tata
cara atau proses penyelenggaraan bangunan gedung;
§ mendapatkan
keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi
dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
§ mendapatkan
keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan dan kelayakan bangunan
gedung;
§ mendapatkan
keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi
dan dilestarikan.
4. Pemilik dan pengguna bangunan gedung
mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
§ memanfaatkan serta
memelihara bangunan gedung sesuai dengan fungsinya secara berkala;
§ melengkapi
petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
§ membongkar
bangunan gedung yang telah ditetapkan dapat mengganggu keselamatan dan
ketertiban umum serta tidak memiliki perizinan yang disyaratkan.
4.
Peran Masyarakat
Sebagai
bagian dari pengguna bangunan gedung, dalam UU Bangunan Gedung juga mengatur
mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang mencakup:
1. pemantauan
penyelenggaraan bangunan gedung;
2.
memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis untuk bangunan gedung;
3.
menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap
penyusunan rencana tata bangunan, rencana teknis bangunan gedung dan kegiatan
penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan;
4.
melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
5.
Sanksi
Pelanggaran
atas UU Bangunan Gedung oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dapat
dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Yang masuk dalam ruang
lingkup sanksi administratif yaitu dapat diberlakukan pencabutan IMB sampai
dengan pembongkaran bangunan gedung serta dapat dikenakan sanksi denda maksimal
10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang maupun telah dibangun.
Sedangkan sanksi pidana yang diatur dalam UU Bangunan Gedung ini dapat berupa
sanksi kurungan penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun penjara dan/atau pidana
denda paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai bangunan gedung jika
karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
TUJUAN PERATURAN HUKUM BANGUNAN
Pada
pasal 3 UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung meyebutkan pengaturan
bangunan gedung bertujuan untuk :
a. Mewujudkan bangunan
gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan
selaras dengan lingkungannya.
b. Mewujudkan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung
dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
c. Mewujudkan kepastian
hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Arti
pentingnya pengaturan perjanjian-perjanjian khusus ini didalam undang-undang mempunyai
2 alasan sebagai berikut :
1. Karena didalam praktek dalam perjanjian yang
dibuat oleh pihak-pihak sering tidak mengatur mengenai akibat-akibat hukum yang
timbul kalau ada secara sumir pengaturannya. Akibat yang sering terjadi
dalam pelaksanaan perjanjian sering muncul masalah-masalah yang tidak terjawab
oleh ketentuan kontrak.
2. Keputusan umum menghendaki bahwa dalam hal-hal
tertentu kebebasan berkontrak yang diberi oleh para pihak perlu dibatasi, yaitu
dengan jalan memberi ketentuan-ketantuan atau aturan-aturan yang bersifat
memaksa bagi perjanjian-perjanjian khusus tertentu.
Terdapat juga perjanjian-perjanjian yang
mengandung resiko didalam Undang-undang/KUHPer dikenal adanya bentuk-bentuk
perjanjian standar. Hal demikian dimaksudkan untuk menjamin adanya pemasukan
kewajiban secara baik bagi kedua belah pihak. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum
perjanjian pemborongan bangunan dibuat yang dikenal dengan prosedur pelelangan.
Prosedur pelelangan ini dimulai dengan pemberitahuan/pengumuman sampai
pelulusan pelanggan.
ASPEK
ARSITEKTUR PADA PP NOMOR 36 TAHUN 2005
Arsitek dalam merancang juga memiliki persyaratan yang
harus dipenuhi yang ditetapkan PP Nomor 46 Tahun 2015. Persyaratan arsitektur
bangunan gedung telah ditetapkan persyaratan penampilan bangunan gedung, tata
ruang-dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial
budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan
rekayasa. Uraian dari persyaratan sebelumnya sebagai berikut:
1. Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan
kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur, dan lingkungan yang
ada di sekitarnya.
2. Penampilan bangunan gedung
di kawasan cagar budaya, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah
pelestarian.
3. Penampilan bangunan gedung
yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus
dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari
arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan.
4. Pemerintah daerah dapat
menetapkan kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan gedung untuk suatu
kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung, dan mempertimbangkan
pendapat publik.
5. Tata ruang-dalam harus mempertimbangkan fungsi ruang, arsitektur
bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
6.
Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efisiensi
dan efektivitas tata ruang-dalam.
7.
Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan
dalam pemenuhan tata ruang-dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur bangunan
gedung secara keseluruhan.
8.
Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan
dalam pemenuhan persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
tata ruang-dalam.
9.
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar
bangunan gedung dan ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras
dengan lingkungannya.
10.
Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan
gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah
resapan, akses penyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta
terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung.
Melalui persyaratan-persyaratan diatas diharapkan
pembangunan gedung oleh pelaksana perancang dan perencana dapat disesuaikan dan
tidak menggangu kepentingan umum.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum Bangunan merupakan keseluruhan
peraturan-peraturan yang menyangkut pembangunan suatu bangunan. Maka dalam
merancang dan merencanakan bangunan seperti gedung memiliki Undang-undang yang
mengatur seperti UU No.28 Tahun 2002 dan PP No.36 Tahun 2005 tentang peraturan
pelaksanaan undang-undang nomor 28 tahun 2002.
Fungsi,
penyelenggaraan, peran masyarakat, sanksi yang telah diatur dalam
undang-undang akan mendukung pembangunan
yang baik untuk kepentingan umum. Begitu juga dengan syarat-syarat rancangan
agar tampilan bangunan, tata ruang, keserasian dan keselarasan bangunan dapat
berjalan dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencapai pembangunan
Nasional yang ideal.
Referensi :
-www.eodb.ekon.go.id/download/peraturan/undangundang/UU_28_2002.pdf
-www.eodb.ekon.go.id/download/peraturan/pp/PP_36_2005.pdf
-http://www.bahankuliyah.com/2014/05/hukum-bangunan.html
-https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/aspek-hukum-bangunan-gedung-berdasarkan-undang-undang-nomor-28-tahun- 2002/
-http://rheyndiaz2.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pengadaan-tanah-untuk.html
-https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/aspek-hukum-bangunan-gedung-berdasarkan-undang-undang-nomor-28-tahun- 2002/
-https://www.cermati.com/artikel/pengertian-imb-dan-sppt-pbb-yang-harus-diketahui-sebelum-membangun-rumah
0 komentar